Pandangan Willy Sardi Terhadap Orang Asli Papua

 

Ilustrasi; Peta Wilayah Adat Papua. (Google)
 

Oleh: Willy Sardi*)

 

Deiyai, Kaganepai.com -- Saya sebagai orang asli Indonesia (Melayu) yang lahir di Jakarta mempelajari ilmu-ilmu sosial, belum lama saya tinggal di Papua ini sedang melihat kalian orang asli Papua terlena tetapi sesungguhnya kalian sedang mati, bangsa Papua sebagai ras (Melanesia) ini akan tinggal cerita. Oleh karena itu, saya hanya memberitahukan tanda-tanda kematian bangsamu di masa depan kalian. Saya cukup beritahu dan kalian sendiri cari solusi apa solusinya yang tepat atas kondisi bangsa kalian Papua.

Berikut dua puluh fakta tanda-tanda kalian orang asli Papua yang telah dan sedang terjadi, adalah;

Pertama; kalian orang asli Papua punya satu musim baru, musim tersebut tidak banyak saya jumpai di Jawa bahkan dalam buku sejarah pun belum pernah saya temukan. Bukan hanya musim matoa, musim kemarau, musim hujan, musim mangga, dan musim muntaber untuk anak-anak kalian. Tetapi juga, musim baru yang kalian hadapi adalah musim kematian tiba-tiba. Saya melihat setiap hari ini, tidak hanya pimpinan gereja kalian saja yang mati tiba-tiba tetapi juga lihatlah di sekeliling kalian, banyak orang asli Papua mati tiba-tiba.

Kedua; lanjutan dari yang nomor satu di atas, kalian orang asli Papua, kini mempunyai satu penyakit baru yang belum banyak dijumpai di dunia kedokteran. Penyakit itu ialah penyakit jatuh, para pemimpin gereja kalian mati karena penyakit jatuh. Ini penyakit berbahaya yang kalian hadapi saat ini.

Coba kalian orang asli Papua renungkan, Pastor Nato Gobai jatuh tiba-tiba di kamar mandi dan meninggal, Itu setelah 30 menit sebelumnya memimpin ibadah di salah satu gereja katolik di Nabire. Pastor Yulianus Mote, dikabarkan jatuh pingsang tiba-tiba di bandar udara Wamena saat berangkat dari Jayapura ke Wamena. Ia berobat tetapi tidak tertolong dan akhirnya meninggal dunia. Pastor Neles Tebai, jatuh tiba-tiba di ruang kuliah di salah satu kampus calon imam di Jayapura. Ia berobat dan tidak tertolong dan kemudian meninggal dunia. Uskup Timika,  Mgr. John Philip Skhil jatuh di halaman rumah dan meninggal. Ia meninggal setelah sebelumnya memimpin misa di salah satu gereja di Timika.

Ketiga; para pimpinan kalian mati misterius, dalam sejarah yang saya pelajari selama ini,  kematian pemimpin kalian adalah pukulan telak yaitu kematian sebuah komunitas atau kematian bangsa. Kematian pemimpin kalian adalah duka panjang, bukan karena semata-mata kehilangan fisik atau jiwanya tetapi juga mereka membawa pergi semua ide, gagasan,  semangat, visi, dan misi.

Mereka yang meninggal di saat-saat ini adalah pemimpin gereja, banyak pemimpin kalian di birokrasih dan politik juga mati misterius, ada yang pelan-pelan dan pula ada yang mati seketika. Kalian tahu, Arnold Ap, Theys Eluay, Bas Soebu, Wospakrik, Agus Alua, dan kalian pasti tahu yang lain.

Keempat; kalian banyak doktor, master, sarjana, dan diploma berlimpah. Adapulah tamatan dari luar negeri, tamatan dari dalam negeri dan ada yang tamat dari tengah realitas yang membunuh kalian orang asli Papua itu sendiri. Tetapi, kalian diam diatas masalah-masalah bangsamu yang telah dan sedang terjadi di tengah kalian.

Gelar kalian hanya di atas kertas, tidak bisa berbuat apa-apa untuk tanah airmu. Kalian hanya urus perutmu, kalian hanya urus jabatanmu, kalian terhanyut dalam rutinitasmu dan tepuk dada sehingga bangga dengan gelar yang kalian miliki. 

Kalian tidak menulis, kalian tidak buat kajian, kalian tidak berjuang, kalian jijik berada di jalanan untuk melawan, kalian tidak menjadi diplomat, kalian tidak urus tanah adatmu, serta kalian tidak mendidik kaummu. Apakah kalian sengaja atau tidak paham dengan situasi dan kondisi, yang jelas, saya mau memberitahu bahwa, ketika orang bersekolah seperti memiliki gelar (doktor, master, sarjana) diam membisu maka itu tandanya bahwa, bangsa itu sedang mati pelan-pelan.

Kelima; orang asli Papua lupa berbudaya, budaya bukan sekedar pakaian adat saja, tetapi juga keseluruhan tatanan kehidupan, seperti; sistem religi, politik, mata pencaharian, kesenian, peralatan, bahasa, pengetahuan dan lainnya. Kalian cepat terpengaruh dengan segala yang baru datang. Lalu, kalian lupa diri dan terlena sehingga mereka mengambil apa yang kalian tinggalkan.

Selain itu, kalian tinggalkan mamamu sendiri dan kalian pergi kawin dengan yang berkulit putih. Kalian berpikir bahwa semua yang datang dari luar Papua itu lebih baik. Itu salah satu cara yang kalian lakukan untuk membunuh mamamu, budayamu, dan masa depan bangsamu secara perlahan akan punah, ingat dan cacat baik persoalan itu.

Keenam; kalian pemalas kerja hidup dari belas kasihan orang, kalian orang asli Papua itu saya amati duduk cerita-cerita saja sehingga menghabiskan waktu. Jalan minta sana minta sini, harap sana harap sini sama saudara lain. Setelah dapat uang, habiskan uang saat itu juga dan sisanya main judi, rolex, dadu, togel, dan sebagainya. Setelah uang habis, jalan minta lagi ke saudara atau teman dekat padahal sudah memiliki gelar diploma atau sarjana badannya masi kuat untuk kerja menghasilkan uang. Kalian punya tanah itu luas dan subur untuk mengolanya, apa yang susah.!

Saya pernah ketemu dua pemuda di kantor Gubernur Provinsi Papua. Saya melihat tas mereka berisi, apa yang mereka isi saya tidak tahu. Saya ajak cerita dan mereka dua ceritakan apa yang mereka isi dan pekerjaan mereka. Yang mereka isi adalah proposal dan buku togel, setelah mereka menceritakan, saya amati mereka keliling masukan proposal dari satu ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur Papua. Kedua orang itu adalah tidak bekerja, satu orang sarjana dan satunya lagi pemuda.

Selain dari itu, saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah hitam. Kami pendatang dua orang dan mereka anak asli Papua tiga orang, kami dibayar masing-masing sebesar Rp. 4.700.000; (empat juta tujuh ratus ribu rupiah). Setelah satu minggu kemudian saya tanya, masih adakah uang itu? Katanya uang mereka sudah habis. Satu orang beralasan uang itu suda dibayarkan SPP untuk adiknya. Sedangkan satunya, bagi-bagi dengan keluarga habis, terus satu lagi yang lebih parah ini ia mengesal karena uang itu habiskan beli minum minuman beralkohol dan main togel.

Sehingga itu, tidak banyak orang asli Papua yang saya jumpai hargai waktu dan tekun dalam hidupnya. Sebagian besar hanya mau cepat jadi kaya atau kejar yang besar, tidak bisa membuka usaha-usaha kecil, kecuali mama-mama asli Papua yang jual jualan di pasar. Anak-anak muda takut jual jualan di pasar, hanya jalan rapi-rapi tanpa tujuan yang jelas tetapi dompetnya kosong.

Ketujuh; perempuan muda Papua hancur karena tidak bisa sadar diri, apalagi malam minggu di kota Jayapura penuh dengan gadis-gadis belia Papua bercelana mini. Mulut penuh dengan pinang dan pegang rokok di tangan. Mereka berkelompok hingga larut malam, mereka menunggu bookingan dari siapa saja yang mau ajak jalan, sekedar minuman keras atau seks bebas dengan bayar murah yang penting dapat uang.

Saya menilai ada yang anak sekolah dan ada yang sudah tidak sekolah. Saya pernah ajak ngobrol dengan mereka dan mereka ceritakan bagini; di rumah tidak ada makanan dan tidak ada uang sekolah sehingga kami cari uang makan dan uang untuk biaya sekolah. Jika perempuan hancur, bagaimana mereka akan menikah, mengandung, melahirkan anak yang sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yang sudah banyak mati. Bagaimana mereka akan urus suami jika sudah hancur begini.

Kedelapan; kedua orang tuanya malas tahu dengan pendidikan anak sehingga tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa rumah teman-teman di Papua tidak ada meja belajar untuk anak-anak mereka. Satu kamar anaknya dengan dua atau tiga orang tamu dari saudara lain, sore hari anak-anak tidak ada kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi. Makan malam saja hingga larut malam, anak yang paling kecil sudah tidur sono. Ayah dan ibu punya urusan masing-masing tidak dampingi anak belajar dan berikan makanan sesuai tanggungjawabnya. 

Keesokan harinya, saya perhatikan di jalanan, tidak banyak orang asli Papua yang antar anak ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor. Tidak antar dan kasih uang saja anak itu jalan sendiri naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tetapi ini soal bagaimana bentuk kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Kami pendatang punya uang tetapi kami antar anak kami, lihat di lampu merah pagi hari. Bicara tuan tanah tetapi tidak urus pendidikan anak baik-baik, bagaimana mau menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri.

Kesembilan; kakak saya kenal banyak orang asli Papua yang menyebut diri pengusaha tetapi setelah saya tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di dinas-dinas, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis. Tidak ada yang buat unit usaha yang profit atau datangkan uang, soal Ini beda dengan kami non Papua. 

Kesepuluh; orang asli Papua jual tanah kepada kami dan kami miliki kalian punya tanah. Kalian tidak kontrakkan, padahal kalian punya anak-anak banyak. Anak-anak kalian akan mau kemanakan kalau sudah kami kuasai semua. 

Kesebelas; Tidak banyak anak-anak Papua yang masuk di sekolah bermutu. Anak-anak Papua banyak yang saya jumpai di sekolah-sekolah pinggiran, sekolah yang dapat nilai gampangan dan masuk di perguruan tinggi yang biasa-biasa pada jurusan sosial semua. Jadi, orientasi mencari nilai dan ijazah, tidak mencari kemampuan otak dan keterampilan untuk hidup kalian.

Keduabelas; kampus-kampus sepih dengan mimbar akademik. Tidak banyak kampus di Papua yang lakukan seminar-seminar atau aktivitas lain. Para dosen juga tidak banyak yang menulis karya ilmiah yang terkait dengan bidang ilmu atas kondisi ril di Papua. 

Ketigabelas; ruang ekspresi disumbat, saya lihat hal berbeda di Papua dengan di Jawa. Disini, orang tidak boleh demo, langsung ditangkap atau dibubarkan dari titik aksi. Saya tidak pernah jumpa wartawan luar negeri meliput berita di Papua. Media-media di Papua saya tidak temukan bikin liputan yang berkualitas. Saya belum pernah temui majalah dinding di sekolah atau pemerintah. 

Keempatbelas; jual ikan kebanyakan bukan orang asli Papua, jual hasil kebun kebanyakan bukan orang asli Papua, tambang rakyat juga bukan orang asli Papua,  yang jual pinang juga sekarang bukan orang asli Papua, apalagi barang dagangan kios atau toko, kami kuasai. 

Kelimabelas; petinggi Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara-bicara saja di media masa, tidak banyak aksi nyata di lapangan. Tidak ada kepercayaan diri juga, padahal Papua itu kaya dan punya posisi tawar dengan Jakarta yang sangat tinggi.

Keenambelas; pemerintahan di bidang apa saja, kami sedang kuasai dan kami akan geserkan kalian orang asli Papua.

Ketujuhbelas; orang asli Papua terlalu dewakan kami pendatang. Dewa jadi diberi apapun, harga diripun kalian berikan, kamu  beri marga dan angkat jadikan kepala suku,  nobatkan jadi anak-anaklah. Lalu, di mana posisi kalian orang asli Papua di sana, kalian itu sebenarnya sedang bimbang.

Kedelapanbelas; kalian orang asli Papua itu mudah dibeli tidak bisa bersatu dan mudah diprovokasi, mudah dikotak-kotakkan dengan istilah gunung dan pantai sehingga kalian terhanyut dalam adu domba, lupa daratan tanah besar pulau Papua bahwa kalian adalah tuan tanah Papua. 

Kesembilanbelas; kalian panas-panas tai ayam dan makan mentah ajaran kasih Tuhan musnahkan musuh Israel di laut merah. 

Keduapuluh; kalian orang asli Papua tidak peduli dengan pergerakan TPNPB OPM dan ULMWP, padahal itu sarana perjuangan untuk membebaskan wilayah kalian dan bangsa kalian, mala kalian baku makan sendiri ini kami hanya tertawa saja.

Kalian berpikir dan renungkan kembali, saya menulis menuangkan pandangan saya terhadap orang asli Papua ini bukan saya karang-karang. Tetapi, persoalan ini fakta yang telah dan sedang terjadi di Papua. 

 

Editor: Admin Kaganepai

Tidak ada komentar