DOB Bukan Akhir dari Konflik Kekerasan Papua
Dok.Pribadi-SP |
Oleh: Stefanus
Pigai*)
Deiyai, Kaganepai.com - Pemekaran kabupaten dan provinsi adalah percepatan
pembangunan yang belum dibangun dari kabupaten dan provinsi induknya,
pengurangan angka penangguran yang selama ini terlihat menumpuk Ijasah Diploma,
Ijasah Sarjana, serta Ijasah Magister semakin meningkat hingga lapangan kerja
tidak menjamin bagi penangguran, belum ada akses jalan, tembus ke perkampungan
terpencil, penerangan tidak terjangkau dari ibu kota ke kampung atau
dusun-dusun.
Dibalik penderitaan itu, kebanyakan rakyat Papua tidak menyetujui dengan pemekaran-pemekaran yang dimaksud elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat, adapulah sebagian rakyat yang menyetujui mekarkan kabupaten dan provinsi. Mengapa sebagian dari sekian jutaan orang Papua menyetujui mekarkan kabupaten dan provinsi,? mengapa sekian banyak jutaan orang Papua tidak ingin mekarkan kabupaten dan provinsi.? Kedua konteks di atas, penulis mengulas secara rinci; kelompok yang tidak peduli daerah otonomi baru dan kelompok yang peduli mekarkan daerah otonomi baru.
1. Mengapa Rakyat Papua Tak Setujui Daerah Otonomi Baru
Mengapa kebanyakan rakyat Papua tidak menyesetujui memekarkan daerah otonomi baru? Tidak menyetujui karena, mereka merasah cukup berkehidupan di kabupaten dan provinsi induknya. Perancangan pemekaran yang dimaksud di atas, bukanlah keinginan rakyat Papua tetapi keinginan elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat (Jakarta).
Dibalik perjuangan menghadirkan pemekaran ini dampaknya tentu didiskusikan terlebih dahulu bersama rakyatnya. Sebab suatu wilayah yang ingin memecahkan atau memekarkan, berdasarkan data penduduk yang berdomisili di wilayahnya. Oleh sebab itu, elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat yang sedang bermain menentukan nasib hidup bagi bangsa, tentu bertanya kepada rakyatnya. Karena inisiatif penduduk yang berdomisili di wilayahnya tidak kesamaan kemauan elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat.
Selain jelasan perjuangan inisiatif pemerintah, rakyat Papua berpatu memegang warisan budaya yang telah melekat dari dulu sebelum pemerintahan Republik Indonesia memerintahkan. Berkebun, berburuh, nelayan, menjadi tradisi hidup bagi suku-suku yang naungi di wilayah tanah Papua. Bukan karena adanya pemerintahan Indonesia rakyat Papua menjadi sejahtera, tidak, ujung dari pemekaran menentukan keutuhan rakyat Papua terpecah belah. Kalimat ini menjadi masalah di tengah rakyat Papua yang selama mempertahankan keutuhan rakyatnya. Sebab perjuangan daerah otonomi baru yang dimaksud pemerintah, bukanlah kerinduan rakyat Papua.
Oleh sebab itulah, mereka merasah cukup berkehidupan di kabupaten dan provinsi induknya. Sebab perencanaan pemekaran adalah bukan keinginan rakyat tetapi keinginan kaum penguasah, ulasan ini disebut kegilaan; bukan kegilahan sejahterakan rakyat tetapi kegilahan jabatan, kegilahan kekayaan, dan kegilahan kerajaan. Kegilahan ini realita, akhir-akhir ini menjadi pembincangan sosial di tengah ekonomi mama-mama Papua yang begitu menyakitkan hati. Selama ini jual jualan saja beralas karung di tempat yang tidak layak, apakah akhir dari kehadirannya daerah otonomi baru, rakyat akan sejahterah? Menjadi sebuah pertimbangan bagi mereka yang berjuang di atas rel ketidak adilan ini.
Itulah fase-fase pemerintahan masa kini, ketertinggalan dalam kemajuan suatu daerah yang berdiri kokoh menjadi bahan pertimbangan bagi pejuang-pejuang yang sedang kegilahan mengurusi daerah otonomi baru. Karena percepatan pembangun bukanlah suatu materi untuk mensejahterakan rakyat yang tak terkunjung di wilayahnya, sekarang, masalah perekonomian di tingkat perkampungan hingga perkotaan, berapa banyak tempat jualan yang layak pemerintah mendirikan. Tak ada kan,! ini menjadi suatu masalah yang seharusnya mengkaji secara kolektif oleh pemerintah. Sebab, salah satu dari sekian penderitaan yang dialami rakyat jelata adalah perekonomiannya.
2. Mengapa Rakyat Papua Setujui Daerah Otonomi Baru
Sebagian rakyat Papua menyetujui memekarkan kabupaten dan provinsi di pulau Papua. Mengapa sebagian dari sekian juta penduduk ingin memekarkan sebuah kabupaten atau provinsi, mereka adalah aktor utama memperpanjangkan konflik kekerasan politik Papua. Adapulah belum memahami seutuhnya tentang sistem-sistem yang dipermainkan pemimpin Negara Indonesia, semua segi kehidupan orang Papua menempuh, ditekan habis-habisan oleh berbagai sistem kapitalis. Persoalan ini harus memahami benar bagi kelompok yang keinginannya tinggi untuk memekarkan sebuah kabupaten atau provinsi di pulau Papua.
Sebab, kehidupan bangsa Melanesia adalah hidup di dalam sebuah rumah yang tidak menutupi atapnya, kalimat ini bermakna, ketika pejuang-pejuang menyadari merenungkan jejak kemerdekaan Negara Indonesia dan kemerdekaan Negara Papua Barat di kalah itu. Nah, sekarang anak cucuk bangsa Melanesia dikemanakan, ketika penguasah kapitalis, kolonialis, dan imperialis menguasai di kabupaten serta provinsi yang dimekarkan nantinya. Tanpa kesadaran berjuang mendatangkan sebuah kabupaten atau provinsi inikan indentik berjuang di jalan yang tidak ada titik terangnya.
Apakah perjuangan elit Papua dan pemerintah pusat itu sah? Majelis Rakyat Papua (MRP) telah merekomendasihkan untuk mekarkan kabupaten atau provinsi di seluruh pulau Papua? Ataukah, perjuangan pemekaran ini di luar aturan pemekaran? Intropeksi sejenak bagi kaum elit lokal Papua dan pemerintah pusat, Jakarta. Karena, mekarkan kabupaten dan provinsi tanpa jalur aturan yang berlaku di Negara Indonesia, ibaratnya; seseorang masuk rumah lewat jendela bukan lewat pintu rumahnya.
Ini menjadi persoalan bagi masa depan orang Papua, pemekaran kabupaten dan provinsi bukan solusi dari penderitaan, pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, penjarahkan, dan lain sabagainya. Penulis berpikir, semua penderitaan, pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, penjarahkan yang bangsa Papua merasahkan; salah satu dari sekian ribuh atau jutaan sistem yang dipermainkan pemerintah Jakarta adalah pemekaran kabupaten dan provinsi. Hingga kini, ketentuan hati kecil merumuskan rumus hidup orang Papua masa depan, haruskah hati dan pikiran mengarah ke jalan yang banyak liku? tidak. Sebab, rasnya diinjak-injaki seribu satu sistem sedang diperbudakkan.
Jadi, mekarkan kabupaten dan provinsi di seluruh tanah Papua adalah membuka pintu bagi non Papua. Artinya; non Papua yang setiap tahun mendatangkan dari luar Papua ke Papua akan menguasai semua lini, hak-hak hidup pribumi dirampas perlahan-lahan hingga bangsa Melanesia penonton setia di atas tanahnya sendiri. Pencerahan singkat ini menjadi sebuah acuan bagi penggemar atau perakus pemekaran yang sedang dirancangkan elit politik Papua dan pemerintah pusat.
Sekarang, elit politik lokal Papua sedang berjuang mendatangkan kabupaten dan provinsi ini, sudah menyiapkan berapa banyak doktor orang asli Papua di bidang Kesehatan, dan di bidang Pendidikan,? berapa banyak tenagah yang telah siap untuk mengolah Sumber Daya Alam yang ada di daerah yang mekarkan kabupaten dan provinsi? Musti semua segi persoalan ini dicermati terlebih dahulu bagi kelompok yang ingin memekarkan sebuah kabupaten dan provinsi.
Kata-kata emas ketua Sinode Gereja Kemah Injil Kingmi Papua, Dr. Benny Giyai; "Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), kepalah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kepalah Distrik, Kepalah Desa, atau siapa saja. Ibaratnya, kita semua ini hidup bergaya di dalam penjarah." Kalimat ini realita, pandangan yang cemerlang menyudutkan kepada orang Papua, dimana sedang menghadapi berbagai bentuk kekerasan, seperti; penderitaan, pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, penjarahkan, dan lain sabagainya.
Memekarkan kabupaten dan provinsi yang dimaksud elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat berdasarkan persetujuan rakyat Papua? Ataukah, persetujuan elit-elit politik Papua dan pemerintah pusat, Jakarta? Dibalik perjuangan pemekaran kabupaten dan provinsi ini berapa banyak Doktor yang telah siap untuk mengolah Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam? Apakah, Majelis Rakyat Papua (MRP) merekomendasihkan untuk mekarkan kabupaten dan provinsi di Papua? Mekarkan kabupaten dan provinsi bukan akhir dari konflik kekerasan di Papua.? Menjadi bahan pertimbangan dan simpulan bagi kaum pejuang elit politik Papua serta pimpinan tertinggi Indonesia.
Editor: Admin Kaganepai
Post a Comment